Dari pengalamanku, menyelesaikan sekolah sampai S2,
membutuhkan waktu sampai sekitar 19 tahun, namun pada kenyataannya, hanya sedikit
sekali materi pelajaran yang berguna dalam kehidupan nyata atau berguna dalam
pekerjaan yang aku geluti.
Justru banyak pelajaran hidup yang kudapat dari kehidupan
nyata, dari bergaul dengan banyak orang, dari media dan dari sumber - sumber
lainnya (internet misalnya).
Hal lain yang aku alami adalah, bahwa ternyata, untuk
belajar atau mengerti tentang sesuatu, tidak terlalu membutuhkan bantuan guru.
Kita dapat belajar secara otodidak, dan semangat belajar otodidak ini akan
lebih terasa terutama pada saat saya mempelajari sesuatu yang memang saya
sukai.
Membuang waktu disini, juga terasa jika saya menghitung
waktu yang terpakai untuk pergi dan pulang sekolah. Kondisi jalan yang
makiiiinn macet juga memperpanjang waktu yang terbuang. Paling tidak membutuhkan
waktu sekitar 1 jam, mulai dari persiapan anak untuk mandi, sarapan, pergi dan
pulang dari sekolah. Weeeeww, dalam 1 jam, aku dan anak - anak sudah bisa
melakukan banyak hal di rumah.
2. Sekolah banyak membuang energi
Apa yang kurasakan saat aku masih sekolah, banyak sekali
energi yang terbuang. Mulai dari energi untuk mengerjakan tugas (yang kadang
kurasakan tugas tersebut tidak bermanfaat, kecuali hanya untuk mengejar nilai),
energi untuk persiapan ujian, energi otak untuk melakukan pekerjaan menghafal
(masih ingat sekali, dulu diminta untuk menghafal nama - nama menteri
kabinet...for whaattt ? lah orang setiap 5 tahun, kemungkinan menterinya ganti,
jiah...what a waste :P ).
Kalau sekarang, energi tambahan yang terbuang adalah
kemungkinan untuk ngomel - ngomel karena anak - anak susah dibangunin, mandi
dan sarapannya lamaaa, energi untuk menempuh kemacetan yang syuper, dan energi
untuk ngerjain PR dari sekolah...weeewww...ogah deh :D
3. Sekolah banyak membuang uang
Komersialisasi pendidikan. Arrrggghhh...sebel kalau tahu
tentang itu. Belum lagi, tambahan uang untuk biaya seragam, biaya gedung, biaya
transport, biaya buku (yang kadang ga perlu ), biaya les tambahan sama guru,
dan biaya antar jemput (transport), dan biaya bla bla bla lainnya yang mungkin
sangat jauh lebih mahal kalau dibandingkan dengan belajar di rumah, he
he.
Memang sih, sekolah negeri sekarang, KATANYA gratis, tapi
ternyata ga gratis gratis tis amat tuh. Dilapangan, banyak biaya - biaya
siluman yang tetap saja harus keluar.
Belum lagi kalau misalnya ada pemikiran untuk menyekolahkan
anak di sekolah swasta, yang pasti biayanya mencekik leher sampai ga bisa
ketawa (ha ha ...lebay-mode-on).
Dari obrolan dengan para emak - emak yang punya anak
seumuran Nay, yang menyekolahkan anaknya di sekolah swasta, biaya yang keluar
(weeeewww), ternyata bisa sangat menyakitkan (lebay lagi ahhhh...).
Mulai dari biaya seragam, biaya field trip, biaya karena
sekolahnya bilingual (janjinya akan mendatangkan native speaker, orang bule
beneran sebagai guru, tapi nyatanya tetap aja gurunya adalah orang Indonesia
aslihhh ), biaya ekskul, biaya gedung, dan biaya bla bla bla lainnya.
Eh, mungkin kalau yang di sekolah mahal gitu, ada tambahan
biaya lain lagi, yaitu biaya gengsi. Misalnya nih, anak - anak di sekolah itu,
udah pada pakai gadget yang ampun - ampun, dan anak kita mupeng juga mau punya,
nah, si ortu mungkin akan amat sangat dengan terpaksa ngeluarin budget untuk
membelikan anaknya gadget yang keren juga....atas nama
GENGSI...Woaaaallaaahhh...kecil - kecil sudah di drive untuk bergengsi ria...
4. Sekolah membebani otak dengan terlalu banyak materi
Dari informasi terakhir yang aku tahu, jumlah mata pelajaran
di SD itu ada sekitar 11. Rencana kedepan, KATANYA akan dikurangi. Hemmm...let
me get this straigt, apa memang semua hal itu layak dijadikan sebagai mata
pelajaran ? considering bahwa di real life, banyaaaaakkkk banget (in my own
experience) mata pelajaran yang tidak terpakai. Atau, kalaupun terpakai, adalah
sebatas teori yang mungkin pada saat anak besar nanti, teori atau materinya
sudah tidak up to date alias basi untuk dipakai.
Belum lagi kalau misalnya ngomongin soal mata pelajaran yang
memerlukan banyak hafalan. Well, kapasitas ruang di otak yang seharusnya bisa
dipakai untuk hal lain diluar menghafal, akhirnya hanya diisi oleh hafalan -
hafalan yang tidak aplikatif di dunia nyata.
Hal lain adalah, misalnya untuk pelajaran tentang agama dan
moral. Dua hal ini, tidak hanya terbatas pada teori dan hafalan, tapi juga
membutuhkan praktek yang kontinyu dan lingkungan yang mendukung untuk
itu.
Logika sederhananya, bagaimana bisa, anak diminta untuk
berperilaku baik, secara agama dan moral, jika mereka hanya bertemu dengan
pelajaran itu (let say), 1 minggu sekali dengan hanya sekitar 1.5 jam pertemuan
?
No wonder, kalau misalnya anak hanya mengetahui itu sebatas
teori, okaylah, mungkin ada juga prakteknya, tapiiiiii itu sangat kurang dan
jauh dari bisa diandalkan.
5. Pergaulan di sekolah bisa membawa hal negatif buat anak
Okay, lanjut ngebahas tentang pergaulan di sekolah. Banyak
hal positif, namun banyak juga negatifnya. Well, karena aku orangnya tipe yang
"lebih baik mencegah daripada (malas) mengobati", maka here we go....
Ngebahas negative side dari pergaulan di sekolah : mulai
dari bullying, narkoba, seks bebas / pergaulan bebas, tawuran, nyontek (well,
ini pernah aku lakukan untuk mengejar nilai...maaf ya anak-anakku
sayang...mohon ini JANGAN ditiru...hiks...), materialistis, sampai pada
konsumtif karena ngejar gengsi dengan anak - anak lain.
6. Sekolah membatasi kreatifitas anak
Aktifitas sekolah kebanyakan diisi dengan duduk diam
mendengarkan gurunya berbicara, cukup jarang dimana murid diajak untuk
bereksplorasi dengan kreasinya sendiri. Well, for sure ini bisa mematikan
kreatifitas anak, belum lagi misalnya anak diminta untuk mengikuti pakem -
pakem tertentu dalam berkreasi, misalnya nih, saat menggambar awan, harus
menggunakan warna dan bentuk tertentu. Kalau diluar kebiasaan, akan dianggap
aneh, nah, kalau sudah begitu, gimana anak akan menjadi luar biasa dengan
kreatifitasnya ? gimana hayooo ? bisa bantu jawab ?
7. Sekolah menyeragamkan individu anak yang unik
Tiap individu itu unik, mulai dari sifat, cara belajar,
minat bakat, kapasitas, keahlian dan hal lainnya. Tidak ada yang sama. Lantas,
dimana logikanya, saat misalnya 20 orang anak dikumpulkan dalam 1 kelas
tertentu, untuk mempelajari hal yang sama, dengan cara yang relatif sama untuk
mengejar nilai semata ? buatku itu ga make sense :D
8. Sekolah membatasi sosialisasi anak
Sosialisasi sering menjadi isu dalam homeschooling, padahal
kalau dipikir baik - baik, sosialisasi di dunia nyata itu jauh berbeda dengan
sosialiasi yang ada di sekolah. Di sekolah, anak akan "terjebak"
dengan orang yang sama, umur yang relatif sama, di lingkungan yang sama, dengan
gaya yang sama selama bertahun - tahun lamanya. Padahal di dunia nyata, orang
akan memerlukan kemampuan untuk dapat bergaul dengan orang yang selalu berbeda,
di tempat berbeda dengan orang yang tidak seumuran dan dengan gaya yang berbeda
juga.
Well, kalau menurut pendapat pribadi, justru akan lebih
sulit menyiapkan anak untuk bisa bersosialisasi dengan baik, jika ia berada di
lingkungan yang ter-isolasi.
Sosialisasi anak HS dapat dilakukan dengan mengikutkan anak
di berbagai klub yang sesuai dengan minat anak, atau dengan melibatkan anak
untuk ikut serta dalam kegiatan orangtua, atau dengan mengunjungi tempat publik
agar anak bisa belajar berkomunikasi dan bersosialisasi secara langsung dari
kehidupan nyata.
9. Sekolah memberikan pelajaran yang kadang tidak aplikatif
di dunia nyata nantinya
Setelah menghabiskan waktu bertahun - tahun lamanya, aku
merasakan bahwa hanya sedikit sekali pelajaran yang aplikatif pada saat aku
bekerja atau saat berada di dunia nyata. Sekolah terlalu banyak memberikan
teori, dan saking banyaknya, jadi bikin lupa, ha ha. Sering juga teori yang
diajarkan sudah tidak uptodate untuk dipakai pada saat bekerja di dunia nyata,
karena dengan adanya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, materi
belajar bisa saja berubah.
10. Dengan HS, aku merasa menjadi lebih dekat dengan anak
Dengan HS, tentu saja anak - anak akan lebih sering
menghabiskan waktu dengan aku. Hal ini membuat hubungan kami lebih dekat, kami
bisa mengobrol lebih banyak, lebih bisa mengetahui hal apa saja yang disukai
atau tidak disukai. Minat dan bakat anak akan lebih mudah dikenali, sehingga
nantinya akan dapat lebih memberi gambaran tentang jenis profesi apa yang bisa
dijalaninya kelak dimasa depan. Pekerjaan rumah yang kami lakukan bersama juga
bermanfaat untuk memberi pembelajaran tentang pentingnya kerjasama sehingga
dapat lebih mempererat hubungan kekeluargaan kami.
11. Dengan HS, kami bisa belajar apa saja, dimana saja,
dengan bantuan alat apa saja, kapan saja, dengan siapa saja, dengan cara
apa saja.
HS memungkinkan anak untuk memilih materi pelajaran apa saja
yang ingin dipelajari. Belajar juga tidak dibatasi dengan tempat belajar
tertentu. Kami juga bebas menentukan alat bantu apa yang akan kami gunakan
selama dalam proses belajar kami. Waktu belajar juga menjadi sangat flexible.
Guru atau pendamping dalam proses belajar kami juga tidak terbatas, dan kami
juga dapat memilih guru seperti apa yang ingin kami jadikan sebagai pembimbing
dalam materi belajar kami. Cara belajar anak yang unik (ada audio, visual dan
kinestetik) juga bisa kami terapkan secara bebas dalam metode belajar
kami.
12. Dengan menjadi homeschool Mom membuat aku kembali
belajar hal - hal baru yang bermanfaat bagi kepentingan bersama.
Nayla sering sekali bertanya hal - hal yang aku tidak
mengerti. Jawaban dari pertanyaannya mungkin dulu pernah aku pelajari di
sekolah, namun karena lupa, sehingga aku tidak dapat memberikan jawaban yang
memuaskan. Hal ini kemudian membuatku mencoba mencari tahu jawaban atas
pertanyaannya, tentu saja mostly dengan bertanya pada Om Google (he he), atau jika
beruntung, bisa juga dengan melihat Tante Youtube.
Contoh pertanyaannya misalnya, kenapa kita tidak merasa pusing, padahal
bumi berputar, atau misalnya tentang mobil terbuat dari apa, bagaimana cara
membuat boneka, dll.
Soooo, begitulah, dengan memilih HS, membuatku belajar
kembali hal - hal yang tidak aku ketahui sebelumnya, agar dapat menjawab
pertanyaan Nayla.
13. Dengan HS, anak bisa belajar langsung dari dunia
nyata.
Dunia nyata menurutku adalah tempat belajar yang sangat luas
dan dekat dengan kegiatan praktek langsung di lapangan. Pengalamanku
teman-temanku, yang kuliah S1, ternyata sangat sedikit sekali ilmu kuliah yang
aplikatif di dunia kerja. Pengalamanku sendiri kuliah di S2, ternyata banyak
materi yang sebetulnya bisa dipelajari sendiri, dan melihat langsung praktek
yang berlaku di perusahaan. Banyak teori di sekolah yang kurang begitu
aplikatif di dunia nyata.
14. Aku bisa belajar untuk menjadi lebih sabar (maklum,
sumbu pendek, he he)
Nah, ngomongin tentang sabar nih, dari keseharian aku dan
anak - anak, aku HARUS banyak sekali berbuat sabar. Celetukan Nayla yang
membuatku berfikir dalam sambil tersenyum adalah : "Mama...pahalanya Mama
sama pahalanya Nayla itu, banyakan pahalanya Nayla, abis Mama kan suka marah -
marah, jadi pahalanya abis deh..."
Jleeebbb...dalem...harus belajar banyak untuk bersabar :)
15. Dengan HS, kami bisa bepergian kapan saja, tanpa harus
memikirkan waktu liburan sekolah, peak season, high season, or what ever season
is...
Dengan HS, karena waktu belajarnya ditentukan oleh kami
sendiri dan tidak tergantung pada waktu belajar di sekolah, maka sangat
memungkinkan bagi kami untuk bepergian kapan saja, tanpa terikat dengan jadwal
liburan tertentu...Senangnya... :)
16. Aku dan anak - anak bisa lebih leluasa mengatur jadwal
dan materi pelajaran kami.
Dalam prosese belajar kami, aku dan Nayla juga pernah
mengalami kejenuhan terhadap materi atau jadwal pelajaran. Kalau sudah begini,
biasanya aku akan mengambil waktu jeda, untuk kemudian melanjutkan proses
belajarnya lagi. HS membuatnya menjadi lebih flexible.
17. Pelajaran tentang moral, budi pekerti dan perilaku,
lebih mudah aku berikan, karena tidak terpengaruh dengan model moral dan
perilaku orang lain.
Anak - anak adalah penyerap yang baik. Mereka akan cenderung
mengikuti perilaku orang sekitarnya. Terus terang, saat ini aku melihat adanya
perubahan perilaku, moral dan budi pekerti yang cukup signifikan pada anak -
anak, jika dibandingkan dengan jaman aku kecil dulu. Mungkin karena faktor TV,
Internet, lingkungan media lainnya.
Jika anak tertular perilaku buruk dari lingkungan di luar
pengawasanku, agak sulit untuk mencegah penularan itu.
Contoh mudah, jika anak berada di lingkungan sekolah yang
buruk, agak sulit untuk kemudian mencegah atau mungkin memindahkan anak dari
satu sekolah ke sekolah lainnya.
Namun hal ini tidak berarti juga aku mengisolasi pergaulan
anak - anak. Dengan HS, aku memiliki keleluasaan yang lebih untuk dapat memilih
pergaulan seperti apa yang sehat untuk anak - anakku.
Memilih teman pergaulan bagi anak, adalah yang penting untuk
dilakukan. Bukankah Rasulullah SAW sendiri pernah mengatakan bahwa jika bergaul
dengan tukang minyak wangi, akan tertular wangi, jika bergaul dengan tukang
pandai besi akan terpecik apinya. Terlebih anak - anak masih belum dapat
memilah mana yang baik dan mana yang tidak.
18. Adik dan kakak bisa belajar bersama, kadang kakak juga
bisa mengajarkan adiknya untuk hal - hal tertentu.
Salah satu cara belajar kami, adalah lewat permainan, dimana
Nayla sering mengajarkan Ali suatu hal tertentu saat mereka bermain bersama.
Misalnya saat bermain lego, melukis, atau bermain dengan puzzle. Tentu saja hal
ini sangat bermanfaat, selain untuk kebersamaan dan kedekatan hubungan, bermain
dan belajar bersama juga dapat melatih toleransi anak, misalnya saat bergantian
memakai alat permainan dan juga bersabar untuk menunggu giliran.
19. Anak - anak bisa memiliki waktu istirahat yang
lebih banyak.
Waktu istirahat terbukti penting bagi pertumbuhan anak.
Dengan HS, waktu istirahat anak akan lebih banyak, jika dibandingkan dengan
anak yang sekolah, yang sering menghabiskan banyak waktu di jalan pada saat
pergi dan pulang dari sekolah.
20. Sekolah lebih berorientasi kepada mengejar nilai, ijazah,
kebanggaan orangtua, terlatih untuk mengerjakan soal tanpa mengerti maknanya
dalam kehidupan nyata, serta memaksa kerja otak untuk pelajaran yang lebih
banyak menghafal.
Lagi lagi dari pengalaman pribadi nih...Pada saat aku
sekolah dulu, mengejar untuk mendapatkan nilai baik adalah suatu keharusan,
karena ingin membuat orangtua bangga dengan bagusnya nilaiku. Cara yang
kulakukan juga kadang tidak terhormat, yaitu dengan nyontek, yang penting dapat
nilai bagus.
Hal ini tentu saja BUKAN merupakan tindakan terpuji, tapi
harus kuakui bahwa aku ingin orangtuaku bangga, meskipun di balik itu ada
tindakan buruk yang kulakukan. (MAAF YA NAK, JANGAN DITIRU...#merenung#).
Di lain sisi, aku juga sering melakukan latihan soal agar
nantinya dapat mengerjakan ujian dengan baik, tapi setelah semua soal - soal
itu kukerjakan, sedikit sekali yang berguna di dunia nyata.
Terlebih kalau sekarang aku mendengar / membaca ujian anak -
anak SD, menurut ku banyak sekali pertanyaan yang cenderung konyol dan
"tidak berguna". Belum lagi kasus dimana adanya ujian sekolah anak SD
yang mengandung unsur pornografi. Duh...ampyun deh... :(
Belum lagi dengan pelajaran yang lebih mengandalkan hafalan
untuk bahan ujian. Misalnya mata pelajaran IPS. Padahal apa yang dihafal,
kadang sudah tidak signifikan nantinya. Contoh nih ya, aku dulu disuruh
menghafal nama - nama Menteri kabinet Pembangunan, padahal namanya sering
berubah setiap ganti kabinet...Buat apa coba ? Sekedar tahu mungkin iya, tapi
sampai di-ujikan ? Hem....tidak terasa manfaatnya sekarang. Padahal itu udah
menyita kapasitas otakku saat itu...#Sebel-mode-on# :D
21. Tidak terlalu pusing dengan Ganti Menteri, Ganti
Kurikulum, Ganti kebijakan, Ganti buku, dll.
Walaupun melakukan HS, aku masih memantau perkembangan
sistem pendidikan di sekolah, sekedar untuk pengetahuan dan kadang untuk
perbandingan. Namun tidak untuk menjadi acuan.
Karena sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa sistem
pendidikan di Indonesia itu bergantung kepada pembuat peraturan, which is
pemerintah, dalam hal ini KEMENDIKNAS, dulunya KEMENDIKBUD.
Well, dengan HS, Alhamdulillah, aku tidak terlalu pusing
dengan urusan ganti Menteri ganti Kebijakan ini.
Sooo, selesai sudah membuat tulisan tentang alasanku memilih HS sebagai cara belajar kami. Semoga bermanfaat buat bacaan anak – anak kelak J
0 comments:
Post a Comment